Filosofi Belajar: Mengapa Bertanya “Mengapa” Lebih Penting Daripada “Bagaimana” di Kelas
Dalam lingkungan pendidikan yang serba cepat, sering kali pelajar terdorong untuk mengejar jawaban “bagaimana”—yaitu, cara mendapatkan nilai A, cara menyelesaikan soal ini, atau cara melewati ujian. Meskipun penting, fokus berlebihan pada bagaimana dapat mengorbankan pemahaman yang sesungguhnya. Inti dari pendidikan transformatif terletak pada Filosofi Belajar yang menekankan pertanyaan “mengapa”. Menggali Filosofi Belajar yang mendasari suatu konsep akan membuka pintu menuju pemahaman mendalam, yang jauh lebih berharga daripada hafalan dangkal. Ketika pelajar mengadopsi Filosofi Belajar ini, mereka tidak hanya tahu rumusnya; mereka mengerti asal-usulnya, aplikasinya, dan implikasi jangka panjangnya.
Kekuatan Pertanyaan “Mengapa”: Dari Hafalan ke Penguasaan
Pertanyaan “Bagaimana?” hanya memberikan petunjuk langkah demi langkah, yang biasanya hanya berlaku untuk satu skenario spesifik. Sebaliknya, pertanyaan “Mengapa?” memaksa otak untuk mencari hubungan sebab-akibat, struktur logis, dan prinsip fundamental yang mendasari suatu konsep.
Contoh Penerapan:
- Dalam Matematika: Jika seorang pelajar hanya tahu bagaimana menggunakan rumus kuadrat untuk menyelesaikan persamaan, ia akan bingung jika variabel diubah. Namun, jika ia tahu mengapa rumus itu bekerja (mengapa penyempurnaan kuadrat diperlukan), ia dapat mengadaptasi pengetahuannya ke berbagai jenis masalah yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
- Dalam Sejarah: Mengetahui bagaimana suatu perang berakhir (tanggal dan pihak yang menang) adalah hafalan. Mengetahui mengapa perang itu dimulai (faktor ekonomi, sosial, dan politik) dan mengapa ia memiliki konsekuensi jangka panjang, itu adalah pemahaman kritis.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Pedagogi Inovatif Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada April 2026, siswa SMA yang rutin melakukan self-questioning (bertanya mengapa) saat belajar menunjukkan peningkatan skor rata-rata pada ujian yang membutuhkan analisis (bukan hanya ingatan) sebesar 22% dalam satu semester.
Mendorong Keingintahuan sebagai Mesin Pembelajaran
Filosofi Belajar yang berorientasi pada mengapa menumbuhkan keingintahuan. Keingintahuan adalah mesin pendorong alami dari pembelajaran. Ketika pelajar merasa penasaran, motivasi internal mereka meningkat, dan proses belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan, bukan lagi sekadar kewajiban.
Untuk menumbuhkan budaya bertanya mengapa di kelas, guru harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung:
- Waktu Diskusi: Alokasikan waktu khusus untuk diskusi terbuka di mana pertanyaan mengapa yang mendalam diapresiasi, bahkan jika pertanyaan tersebut menyimpang dari kurikulum sejenak.
- Tantangan dan Studi Kasus: Berikan masalah yang tidak memiliki satu jawaban benar, memaksa pelajar untuk menganalisis berbagai mengapa sebelum menyusun solusi.
Ibu Dian Paramitha, M.Hum, seorang koordinator kurikulum di SMA Negeri 8 Jakarta, pada rapat guru internal Jumat, 15 November 2024, menginstruksikan staf pengajar untuk mengganti minimal 30% dari format ujian pilihan ganda dengan format esai dan analisis studi kasus. Tujuannya adalah untuk menguji pemahaman (menuntut jawaban mengapa), bukan sekadar ingatan (menuntut jawaban bagaimana). Pergeseran fokus ini penting agar pelajar siap menjadi pemikir mandiri, bukan sekadar pengikut instruksi.
